::selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-moz-selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-webkit-selection {background:#12127D;color:#FFCC00;}

Tuesday, November 18, 2014

Ketika Sampah Busuk Menjadi Bunga Wangi

      Tersadar, bahwa didikan org tuaku yg begitu keras dimasa silamku memberiku sebuah pelajaran terbaik. Dulu, aku menganggap bahwa apa yg dilakukan oleh mereka adalah sebuah tindakan bodoh yg pernah ada. Menamparku ketika kupulang sesudah adzan Maghrib, mengikatku disebuah pohon, memukulku ketika aku harus pulang kerumah dengan keadaan mabuk minuman keras. Akhirnya, sebelum aku menjadi sampah yang beraroma bau bagi keluargaku, aku pun di hijrahkan ke sebuah pondok pesantren di timur jawa. 3 tahun lamanya menjadi sosok yg kadang sok alim dan paling baik se alam ini.
Seorang pemabuk harus berurusan dengan pelajaran agama yg membosankan. Mendengar adzan disetiap waktu sholat adalah keberisikan yg tak kunjung usai selama 3 tahun. Aku menangis, ingin pulang kembali pd kehidupan yg banal itu. Menikmati nikmatnya anggur merah, tuak (minuman kampung) dan minuman2 khas daerahku yg dahsyat itu.
Tp, Tuhan menyentilku perlahan dan mendorongku menuju keheningan jiwa. Menyendiri, terdiam dan memikirkan tentang untuk apa? Dan kenapa harus menjadi manusia yg tidak baik? Bukankah kematian itu pasti. Lalu, apa yg akan ku ceritakan pd Tuhanku kelak jika aku harus mati dlm keadaan buruk? Tentu Tuhan tak betah mendengar cerita yg tak menarik.

Aku menangis mengingat kedua org tuaku yg jauh dan mati-matian mencari uang hanya untukku menjadi manusia yg mengerti tentang manusianya, tentang untuk apa aku diciptakan Tuhan. Lagi-lagi aku sedikit mengerti akan tamparan ayahku dimasa silamku itu.
Akhirnya, dengan kekerasan untuk kelembutan itu. Aku teringat akan perkataan Sayyidina Ali: Jika kelembutan tak bisa merubah keburukan, maka kekerasan itu adalah kebaikan. Kurang lebih seperti itu. Aku yakin, org tuaku sedang menjalankan kalam indah Imam Ali tersebut.
Mereka telah tua, putra-putri telah jauh menetap di tanah rantau. Kerinduan mereka tertanam sepi dalam hati. Tak ingin memaksa anak2nya pulang jika tak ingin. Mereka ikhlas dan tenang anak2nya tidak lagi menjadi sampah beraroma busuk dan menjadi bunga2 yg menebar aroma wangi bagi mereka. Semua karena keteguhan hati, keyakinan jg keikhlasan.
Aku telah menjadi seorang putra yg bangga dan sangat bahagia memiliki mereka. Tanpa didikan mereka, aku adalah kayu yg segera lapuk termakan kebodohan diri.
Terima kasih, Tuhan adalah saksi bahwa setiap lisan sebuah doa, namamu tersirat lirih selalu.
Terima kasih, Tuhan adalah saksi bahwa setiap nafas sebuah hidup, cintaku tak berkurang untukmu.
Terima kasih, Tuhan adalah saksi bahwa tiap tetes keringat usahamu, tak henti-hentinya doaku untuk kalian.
Tuhan adalah saksi tentang sebuah Cinta dari kalian untuk putra-putrimu.
Kalian berhasil mengantarkanku didepan gerbang manusiaku juga Tuhanku.
Untuk Abah dan Ibu.
Dari putramu yang dulu hampir menjadi sampah busuk. Karenamu, aku menjadi bunga wangi untuk kalian. Insya Allah.
Allahumma shalli ala Muhammad Wa Alih Muhammad

No comments:

Post a Comment