::selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-moz-selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-webkit-selection {background:#12127D;color:#FFCC00;}

Tuesday, December 25, 2012

Jika AKU Menjadi PRESIDEN

Siapa yang tidak ingin menjadi Presiden, semua orang pasti menginginkannya.  Memang tidak gampang untuk menjadi seorang Presiden, tapi dengan niat dan usaha yang keras semua orang pasti bisa.  Apakah salah jika kita memiliki cita-cita demikian, mengabdi untuk negara!!.
Saat waktu duduk di bangku Sekolah Dasar, ibu guru pernah bertanya kepada Saya. “Apa cita-citamu saat nanti sudah besar?”.  Aku menjawab, “ Saya ingin menjadi apa ya?? Saya tidak tahu bu!”.  Begitu bodohnya Saya waktu itu, ditanya cita-cita saja Saya tidak bisa menjawab. Yaa…. itulah kepolosan Saya waktu kecil.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, kini Saya baru tahu, begitu pentingnya arti sebuah cita-cita.  Mungkin kalian para pembaca mengalami hal demikian, ada yang ingin menjadi seorang dokter, guru, menteri, pengusaha, dept collector, dan atau bahkan menjadi kuli panggul.  Apapun itu cita-cita yang kalian impikan, semua memiliki hak yang sama, yaitu menjadi orang yang lebih baik dan dapat berguna bagi semua orang.

Saturday, November 3, 2012

SEMAR



Sejarah Semar

Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahitberjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun1439.
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.


Asal-Usul dan Kelahiran


Lukisan Semar gaya Surakarta.
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernamaSanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.

Monday, October 29, 2012

Tulisan Memperingati Hari Tani Nasional



gambar diambil dari indopos,com
Setiap tanggal 24 September negara kita merayakan Hari Agraria nasional. Hari peringatan ini untuk mengingatkan lahirnya UU PA di era Orde Lama yang bercita-cita menjalankan reformasi Agraria. Selain merayakan Hari Agraria pada tanggal ini pula diperingati sebagai Hari Tani Nasional. Penetapan Hari Tani Nasional berdasarkan keputusan Presiden Soekarno tanggal 26 Agustus 1963 No 169/1963 menandakan pentingnya peran dan posisi petani sebagai entitas dan soko guru bangsa yang justru kerap dilupakan. Setiap tahunnya ribuan petani turun ke jalan untuk memperingatinya di berbagai kota di Indonesia. Sebuah perayaan  yang lebih banyak diliputi keprihatinan daripada kebanggaan mengingat kondisi petani kita yang jauh dari kesejahteraan. Di sektor pertanian ini bergantung separuh lebih warga negara yang terbagi dalam petani pemilik lahan, petani gurem, buruh tani hingga yang telah memasuki industrialisasi pertanian. Ironisnya negeri  yang disebut negeri agraris ini jutaan petaninya berada di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan rata-rata Rp 300.00 per bulan. Dibukanya keran teknologi pertanian tidak serta merta membuat kehidupan petani membaik. Belum lagi jika melihat ribuan kasus rebutan lahan antara petani dengan korporasi yang berlindung di balik BUMN. Hampir setiap hari petani dan masyarakat adat harus berhadapan dengan aparat untuk memperebutkan lahan.

Digugat Korlantas, KPK Percayakan ke Hakim


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku siap menghadapi persidangan perdana gugatan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri terhadap KPK yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 1 November mendatang. Juru Bicara KPK Johan Budi enggan menilai apakah gugatan tersebut akan dimenangkan KPK atau tidak.
"Gugatan adalah hak Korlantas, tapi tetap hakim yang memutuskan, tunggu saja. Kami siap untuk menghadapi gugatan ini," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/10/2012).
Dalam gugatannya, Korlantas meminta KPK mengembalikan dokumen tidak terkait kasus simulator ujian SIM yang ikut disita dalam penggeledahan di Gedung Korlantas Polri Juli lalu. Menurut Johan, KPK sudah melalui prosedur yang benar saat melakukan penggeledahan di Gedung Korlantas Polri Juli lalu. KPK sudah mengantongi izin pengadilan sebelum menggelar penggeledahan tersebut.

Sunday, October 21, 2012

Filosofi Semar yang Mengagumkan


Sebagai orang Jawa, tentu sudah tidak asing lagi dengan yang namanya wayang kulit. Karena wayang kulit ini sangat identik dengan kesenian dari Jawa. Pertunjukan wayang kulit biasanya dimainkan oleh dalang dan seringkali dipentaskan semalam suntuk. Lakon yang dimainkan pun juga bermacam-macam. Umumnya mengangkat kisah Mahabharata dan Ramayana.
Saya pribadi tidak begitu tahu dengan lakon dan tokoh-tokoh yang ada dalam pertunjukan wayang kulit. Kalaupun saya menonton wayang kulit, biasanya saat adegan “goro-goro” saja. Itupun juga terjadi ketika saya masih kecil, saat diajak oleh ayah saya.
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ-qZz1avO3ZQNCP3CEAIAVqfpwY6B1OqabobwZ3j6UVH4suAmQeg
gambar dari google.com
Bagi saya adegan “goro-goro” sangat menarik karena banyak sekali pesan moral yang disampaikan oleh sang dalang lewat tokoh wayang yang dimainkan. Tokoh wayang yang selalu dijadikan sebagai sang penyampai pesan itu, tak lain dan tak bukan adalah Semar.

Batara Semar


MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu. Yang ada itu sesungguhnya tidak ada. Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan. Yang bukan dikira iya. Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru. Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
   * tidak pernah lapar
   * tidak pernah mengantuk
   * tidak pernah jatuh cinta
   * tidak pernah bersedih
   * tidak pernah merasa capek
   * tidak pernah menderita sakit
   * tidak pernah kepanasan
   * tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.
Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.
Semar-1
Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.
Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta. Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.

Usulkan Sejarah Depok Jadi Mulok


BALAIKOTA, MONDE - Sejarah Depok hingga kini belum menjadi pelajaran muatan lokal (mulok) di seluruh jenjang pendidikan. Kondisi ini berbeda dengan di beberapa wilayah lain di Jawa Barat yang telah memasukkan sejarah wilayahnya menjadi pelajaran mulok.
Usulan menjadikan sejarah Depok ke dalam pelajaran mulok mengemuka dalam kegiatan Seminar Penelusuran Sejarah Depok Berbasis Waktu Pada Masa Pra Kolonial dan Masa Kolonial yang diadakan oleh Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Depok di Aula Lantai 1 Balaikota Depok, kemarin. 
Ketua Depok Heritage Community Ratu Farah Diba menuturkan, masih banyak siswa yang belum mengetahui akan sejarah yang ada di kotanya. “Mengapa sejarah Depok dimasukkan dalam pelajaran muatan lokal? Akan lebih baik jika sejarah ini bisa menjadi mulok, agar siswa makin mengetahui dan memahami sejarah yang ada di daerahnya,” ujar Ratu.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Depok Azwar Darmansyah mengungkapkan persetujuannya. “Seharusnya demikian, tapi memang tak langsung serta merta bisa dijadikan mulok begitu saja. Harus dikaji, diriset lebih mendalam agar seluruh fakta sejarahnya otentik dan sesuai dengan kenyataan saat itu. Kroscek juga ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),” tutur Azwar.
Pihak Kantor Arsip dan Perpustakaan akan segera berdialog dengan Dinas Pendidikan Kota Depok untuk menempuh upaya memasukkan sejarah Depok menjadi pelajaran mulok. Hal ini dirasakan perlu untuk segera dilakukan mengingat daerah lain, seperti Bekasi, telah memasukkan pelajaran sejarah Bekasi menjadi mulok di jenjang SD-SMA mulai 2013 mendatang.
Sementara itu, pada bagian lain seminar ini, penulis buku Gedoran Depok, Wenri Wanhar memaparkan kehidupan Depok di masa kolonial. Pada 18 Mei 1696, Cornelis Chastelein membeli Tanah Depok. Untuk menggarap tanah di Depok diperlukan tenaga kerja. Maka Chastelein membeli pekerja-pekerja yang berjumlah sekitar 150 orang dari Pulau Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Timor. 
“120 orang budak ini dibagi menjadi 12 marga, yakni Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob dan Zadokh,” tutur Wenri.  
Di usia ke 57, tepatnya 28 Juni 1714 Cornelis Chastelein wafat. Dia meninggalkan surat wasiat untuk para pekerjanya. Isi surat wasiat itu menjelaskan antara lain bahwa harta kekayaan Chastelein berupa tanah, bangunan, alat pertanian, alat kesenian dan lainnya dihibahkan kepada 12 marga yang pernah menjadi pekerjanya.
Seminar ini dihadiri oleh siswa di sejumlah SMA Negeri dan swasta di Kota Depok. Juga dihadiri oleh pembicara lain yakni Dr Ali Akbar staf pengajar dari Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Mumuh Muhsin dan R Muhammad Mulyadi dari Universitas Padjajaran.(bhk)

Saatnya Memberikan Kesempatan Akal untuk Berfikir


“Dantidak dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang menggunakan akal(QS.2.64)”, inilah  potongan ayat yang terpampang di bagian cover depan pada buku yang berjudul “BERAGAMA dengan Akal Sehat” karya Bapak Agus Mustofa. Beliau lahir di Malang, 16 Agustus 1963.
Tahun 1982 ia meninggalkan kota Malang dan menuntut ilmu di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Nuklir, Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Selama kuliah itulah Agus Mustofa banyak bersinggungan dengan ilmuan-ilmuan islam yang berfikiran modern. Perpaduan antara ilmu tasawuf dengan sains itu telah menghasilkan tipikal pemikiran yang unik pada dirinya yang disebut sebagai “Tasawuf Modern”.
Buku terbaru karya beliau yang berjudul “BERAGAMA dengan Akal Sehat adalah salah satu karyanya yang begitu sensasional yang bisa merubah daya pikir seseorang  yang bersifat egoisme menjadi sosialisme dengan kadar rasionalisme. Pembahasan dalam buku ini sangat lengkap, menarik dan modern serta menjadi bahan baru bagi para pencinta kebenaran sebagai satu pembuktian bahwa Agama Islam adalah suatu yang FITRAH, walaupun demikian harus dinalari dengan Akal sebagai tolak ukurnya.
Pada bagian awal buku ini membahas masalah Dogmatisme atau pemaksaan dalam beragama. Islam adalah agama yang Fitrah dan tidak ada paksaan sedikitpun didalamnnya dan disajikan lengkap berdasarkan ayat-ayat Al-quran dan rasio. Pada semua pembahasan penulis selalu memberikan dalil-dalil yang begitu lengkap dari segi ayat maupun akal. Adapun masalah lainnya seperti, Fanatisme Tokoh adalah salah satu masalah yang dihadapi umat Islam saat ini, pengultusan tokoh dan guru telah mengulut fanatisme yang berlebihan sehingga masing-masing individu atau kelompok menganggap bahwa dirinya yang paling benar dan menutup telinga dari kebenaran apapun yang datang dari individu atau kelompok lain. Sungguh ini adalah Dogma yang dipaksakan dan sudah menjadi semacam indoktrinasi. Justru Allah memerintahkan kita untuk mengambil segala kebenaran dari segala sumbe
Ada yang berpendapat semua umat pendahulu lebih baik dari umat saat ini, sebenarnya “tidak”, akan tetapi zaman ketika Rosul masih hidup memang jauh lebih baik dari zaman setelahnya. Pembahasan ini membangun semangat kita semua bahwa semua orang memiliki potensi yang besar demi menjadi umat yang baik, bahkan yang terbaik. Di dalam buku ini juga di muat diskusi tentang “Milik siapa Kebenaran itu”. Penulis menyatakan bahwa kebenaran dipandang sebelah mata bahkan kebanyakan orang menilai kebenaran yang hakiki adalah kehendak manusia sendiri.
Sudah 250 tahun terakhir dunia internasional telah memiliki ideologi bernama Liberalisme. Trend yang begitu meluas yang pada saat ini telah menguasai segala aspek kehidupan, termasuk sector-sektor Ekonomi, Pendidikan, Sosial bahkan Budaya. Liberalisme adalah suatu faham yang menggunakan prinsip bahwa kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan umum. Penulis selalu berupaya utuk memurnikan ajaran islam yang sesungguhnya dari Liberalisme-Kapitalisme ataupun dari faktor lain yang bisa merusak kemurniannya.
Dalam buku ini juga penulis menyangkal berbagai pernyataan orang atheis yang menganggap agama adalah racun dunia dengan dalih, bahwa Negara-negara yang mayoritas didalamnnya adalah pemeluk agama malah mengalami masalah yang bermacam-macam.  Penulis menyangkal pernyataan ini dengan mengatakan ini adalah penggeneralisasian terhadap agama, sedangkan berapa banyak orang yang memeluk agama menjadi mulia karna menjalankan perintah agamanya.
Penulis selalu berpesan bahwa dalam pencarian kebenaran kita harus menggunakan akal begitu juga dalam beragama. Kita harus memiliki kecerdasan tinggi dan menggunakan akal secara maksimal. Orang-orang yang tidak menggunakan akalnya dalam beragama, mereka dijamin tidak dapat mengambil pelajaran dari firman-firman Allah. Karena itu tidak heran kalau para rosul dan malaikat digambarkan sebagai eksistensi yang berakal kuat dan berkecerdasan tinggi.

AKU MALU TERLAHIR SEBAGAI INDONESIA


Aku masih bingung dengan apa yang terjadi di negeriku, entah kenapa semakin hari semakin aneh saja orang-orang di negeri ini (atau aku juga ikut aneh?). Setiap menyalakan televisi yang muncul koripsi lagi, kekerasan lagi. Jika eksekutif, legislatif, dan yudikatif sama-sama terlibat korupsi, lalu pertanyaannya “siapa lagi yang akan mengawasi dan menjaga negeri ini?”. Jadi bingung, ga’ habis pikir, negeri yang katanya merdekanya hasil darah dan nyawa, kok memiliki mental bar-bar. Sekali lagi aku benar-benar tak mengerti, negeri yang gemah ripah loh jinawe ini harus dihuni oleh para mafia-mafia  tak memiliki nurani.
Sudahlah, rasanya tiada guna lagi merintih dan mengeluh, sudahlah tak perlu lagi ada kekerasan, sudahlah tak perlu lagi saling menyalahkan. Sudah saatnya kita bergandengan tangan, menyusun kembali mozaik-mozaik kebangsaan yang telah lama berserakan. Sudah saatnya kita membuka mata, mebuka pikiran, dan saling merasa bahwa kita adalah bangsa yang UNIK.
            Bangsa yang dilahirkan dengan segala perbedaan, bangsa yang memiliki potensi besar untuk menjadi besar. Apakah kita tidak merasa syukur terlahir sebagai bagian dari bangsa Indonesia ini? Mari para pemikir, para ilmuan, para ulama, para nasionalis, para kaum terpelajar yang masih punya niat suci untuk membenahi bangsa ini, dan juga orang-orang yang masih cinta keadilan sekali lagi mari kita sumbangkan pemikiran terbaik kita untuk pembenahan yang lebih baik.
            “kuat karena bersatu, bersatu karena kuat”, kata-kata bung Karno ini  patut untuk kita jadikan mesin penggerak ditengah kuatnya tantangan bagi “sang perubah” yang akan berjuang. Sekali lagi kita katakan tidak ada tempat bagi para “firaun-firaun”  di negeri kita. Agaknya “perubahan” yang diharapkan terlalu “wah” dan terlalu sulit untuk dilakukan.  Yudhi Latief (seorang penulis buku  “Negara paripurna”) pernah menulis di akun facebooknya “kita tak perlu berpikir bagaimana caranya untuk merubah bangsa ini, tapi berpikirlah bagaimana caranya kita merubah diri kita, karena dengan berubahnya kita, maka lingkungan sekitar kita akan ikut berubah” kurang lebih (kalau tidak salah) itulah redaksi yang masih aku ingat.
lalu pertanyaannya “sudahkah kita memulai dari diri kita?” atau jangan-jangan belum sama sekali, sehingga yang terjadi kita sibuk “mengkafiri” orang lain, padahal diri kita sendiri “kafir”. Entahlah… aku teringat pada perjalana pulangku pada 14-08-2012 dari Surabaya-Bali dalam sebuah bis, yang ketika itu ada seorang pengamen yang sudah paruh baya menyanyikan sebuah lagu yang aku catat pada buku sakuku dan menurutku syarat akan makna “Negeriku bagi para penipu, dikenal di seluruh penjuru, tentu saja bagi yang tak tahu malu, inilah surga-surga… Bersih-bersih diri sebelum menyapu sampah dan debu. Nyanyian berkarat sampai ke liang lahat. Atas nama rakyat berwajah pucat”.  Menyedihkan bukan?