::selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-moz-selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-webkit-selection {background:#12127D;color:#FFCC00;}

Sunday, October 21, 2012

AKU MALU TERLAHIR SEBAGAI INDONESIA


Aku masih bingung dengan apa yang terjadi di negeriku, entah kenapa semakin hari semakin aneh saja orang-orang di negeri ini (atau aku juga ikut aneh?). Setiap menyalakan televisi yang muncul koripsi lagi, kekerasan lagi. Jika eksekutif, legislatif, dan yudikatif sama-sama terlibat korupsi, lalu pertanyaannya “siapa lagi yang akan mengawasi dan menjaga negeri ini?”. Jadi bingung, ga’ habis pikir, negeri yang katanya merdekanya hasil darah dan nyawa, kok memiliki mental bar-bar. Sekali lagi aku benar-benar tak mengerti, negeri yang gemah ripah loh jinawe ini harus dihuni oleh para mafia-mafia  tak memiliki nurani.
Sudahlah, rasanya tiada guna lagi merintih dan mengeluh, sudahlah tak perlu lagi ada kekerasan, sudahlah tak perlu lagi saling menyalahkan. Sudah saatnya kita bergandengan tangan, menyusun kembali mozaik-mozaik kebangsaan yang telah lama berserakan. Sudah saatnya kita membuka mata, mebuka pikiran, dan saling merasa bahwa kita adalah bangsa yang UNIK.
            Bangsa yang dilahirkan dengan segala perbedaan, bangsa yang memiliki potensi besar untuk menjadi besar. Apakah kita tidak merasa syukur terlahir sebagai bagian dari bangsa Indonesia ini? Mari para pemikir, para ilmuan, para ulama, para nasionalis, para kaum terpelajar yang masih punya niat suci untuk membenahi bangsa ini, dan juga orang-orang yang masih cinta keadilan sekali lagi mari kita sumbangkan pemikiran terbaik kita untuk pembenahan yang lebih baik.
            “kuat karena bersatu, bersatu karena kuat”, kata-kata bung Karno ini  patut untuk kita jadikan mesin penggerak ditengah kuatnya tantangan bagi “sang perubah” yang akan berjuang. Sekali lagi kita katakan tidak ada tempat bagi para “firaun-firaun”  di negeri kita. Agaknya “perubahan” yang diharapkan terlalu “wah” dan terlalu sulit untuk dilakukan.  Yudhi Latief (seorang penulis buku  “Negara paripurna”) pernah menulis di akun facebooknya “kita tak perlu berpikir bagaimana caranya untuk merubah bangsa ini, tapi berpikirlah bagaimana caranya kita merubah diri kita, karena dengan berubahnya kita, maka lingkungan sekitar kita akan ikut berubah” kurang lebih (kalau tidak salah) itulah redaksi yang masih aku ingat.
lalu pertanyaannya “sudahkah kita memulai dari diri kita?” atau jangan-jangan belum sama sekali, sehingga yang terjadi kita sibuk “mengkafiri” orang lain, padahal diri kita sendiri “kafir”. Entahlah… aku teringat pada perjalana pulangku pada 14-08-2012 dari Surabaya-Bali dalam sebuah bis, yang ketika itu ada seorang pengamen yang sudah paruh baya menyanyikan sebuah lagu yang aku catat pada buku sakuku dan menurutku syarat akan makna “Negeriku bagi para penipu, dikenal di seluruh penjuru, tentu saja bagi yang tak tahu malu, inilah surga-surga… Bersih-bersih diri sebelum menyapu sampah dan debu. Nyanyian berkarat sampai ke liang lahat. Atas nama rakyat berwajah pucat”.  Menyedihkan bukan?

No comments:

Post a Comment