Tedak siten adalah suatu upacara dalam tradisi budaya Jawa yang
dilakukan ketika anak pertama belajar jalan dan dilaksanakan pada usia
sekitar tujuh atau delapan bulan. Tahapan dalam upacara tedak siten
antara lain adalah:
1. Membersihkan kaki
2. Injak tanah
3. Berjalan melewati tujuh wadah
4. Tangga tebu wulung
5. Kurungan
6. Memberikan uang
7. Melepas ayam
1. Membersihkan kaki
2. Injak tanah
3. Berjalan melewati tujuh wadah
4. Tangga tebu wulung
5. Kurungan
6. Memberikan uang
7. Melepas ayam
Secara keseluruhan, upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirian pada anak.
TEDAK Siten. Inilah salah satu tradisi masyarakat Jawa yang mulai
digerus zaman. Tedak Siten sendiri berasal dari kata Tedak yang berarti
menapakkan kaki atau langkah, dan Siten yang berasal dari kata siti
berarti tanah. Maka, Tedak Siten adalah turun (ke) tanah atau mudhun
lemah. Lengkapnya, tradisi ini diperuntyukkan bagi bayi berusai 7 lapan
atau 7 x 35 hari (245 hari). Jumlah selapan adalah 35 hari menurut
perhitungan Jawa berdasarkan hari pasaran, yaitu Kliwon, Legi, Pahing,
Pon, dan Wage. Pada usia 245 hari, si anak mulai menapakkan kakinya
pertama kali di tanah, untuk belajar duduk dan belajar berjalan. Ritual
ini menggambarkan kesiapan seorang anak (bayi) untuk menghadapi
kehidupannyaBiasanya, kesempatan bahagia ini harus diselenggarakan pada
pagi hari, di bagian depan dari pekarangan rumah. Kecuali orang tua
dan keluarga, beberapa orang tua juga hadir untuk memberikan berkat
kepada anak. Yang diperlukan sajen / korban tidak boleh dilupakan.
Ianya melambangkan permintaan dan berdoa kepada Allah Maha Kuasa untuk
menerima berkat dan perlindungan dari HIM, untuk menerima berkat dari
nenek moyang, untuk memberantas kejahatan dari perbuatan buruk manusia
dan semangat. T Upacara ritual dapat dilaksanakan dalam rangka dan
keselamatan.
Tedak Siten juga sebagai bentuk pengharapan orang tua
terhadap buah hatinya agar si anak kelak siap dan sukses menampaki
kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan
orang tuanya. Ritual ini sekaligus sebagai wujud penghormatan terhadap
siti (bumi) yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.
Pada zaman dulu, masih banyak masyarakat Jawa yang melakukan ritual
ini untuk anaknya. Sejumlah perlengkapan untuk ritual ini adalah Jadah
(tetel) tujuh warna, jadah merupakan makanan yang terbuat dari beras
ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dengan ditambahi garam
agar rasanya gurih, warna jadah 7 rupa itu yaitu warna merah, putih,
hitam, kuning, biru, jingga dan ungu. Makna yang terkandung dalam jadah
ini merupakan simbol kehidupan yang akan dilalui oleh si anak, mulai dia
menapakkan kakinya pertama kali di bumi ini sampai dia dewasa,
sedangkan warna-warna tersebut merupakan gambaran dalam kehidupan si
anak akan menghapai banyak pilihan dan rintangan yang harus dilaluinya.
jadah 7 warna disusun mulai dari warna yang gelap ke terang, hal ini
menggambarkan bahwa masalah yang dihadapi si anak mulai dari yang berat
sampai yang ringan, maksudnya seberat apapun masalahnya pasti ada titik
terangnya yang disitu terdapat penyelesaiannya.
Tumpeng dengan perlengkapannya, tumpeng merupakan nasi yang dibentuk
seperti kerucut yang disajikan dengan urap sayur (hidangan yang terbuat
dari sayur kacang panjang, kangkung dan kecampah yang diberi bumbu
kelapa yang telah dikukus atau disangrai) dan ingkung ayam. Tumpeng
melambangkan permohan orang tua kepada sang Maha Pencipta aga si anak
kelak menjadi anak yang berguna, sayur kacang panjang bermakna simbol
umur agar si anak berumur panjang, sayur kangkung bermakna dimanapun si
anak hidup dia mampu tumbuh dan berkembang, sayur kecambah merupakan
simbol kesuburan dan ayam mengartikan kelak si anak dapat hidup mandiri.
Kurungan ayam yang dihiasi janur dan kertas warna-warni, kurungan ayam
ini isinya bukan ayam tapi anak manusia. kurungan ayam yang dihiasi
mempunyai makna di dunia nyata si anak akan di hadapkan dengan berbagai
macam pilihan pekerjaan.
Tangga yang terbuat dari tebu jenis arjuna, menyiratkan harapan agar si
anak mampu berjuang layaknya Arjuna yang terkenal dengan tanggung
jawabnya dan sifat perjuangannya. Dalam adat Jawa tebu kependekan dari
antebing kalbu yang bermakna agar si anak dalam menjalni kehidupan ini
dengan tejad yang kuat dan hati yang mantap.
Prosesi ‘Tedak Siten’ di awali dengan membimbing anak menapaki jadah 7
warna yang telah disusun berdasarkan warn gelap ke terang. kemudian si
anak diarahkan untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu arjuna,
selanjutnya si anak di masukkan kedalam kurungan ayam yang telah dihiasi
dan didalamnya terdapat cincin, alat tulis, kapas dan lain sebagainya,
mungkin tergantung dengan perkembangan zaman kalau zaman sekarang ini
bisa di masukkan barang-barang IT (HP,notenbook,PDA atau lainnya).
kemudian si anak di suruh mengambi salah satu dari barang tersebut,
barang yang dipilih si anak merupakan gambaran dari kegemaran dan juga
pekerjaan yang diminatinya kelak setelah dewasa.
Prosesi selanjutnya yaitu sebar beras kuning yang telah dicampur dengan
uang logam untuk di perebutkan, prosesi ini menggambarkan agar si abak
kelak menjadi anak yang dermawan dalam lingkungannya. Prosesi terakhir
yaitu si anak dimandikan dengan bunga setaman lalu mengenakan mengenakan
baju yang baru. tujuannya yaitu agar si anak tetap sehat, membawa nama
harum bagi keluarga, punya kehidupan yang layak, makmur dan berguna bagi
lingkungannya.
Dalam acara ‘tedak siten’ sesaji yang biasa digunakan antara lain
kembang boreh, bubur baro-baro, macam-maca bumbu dapur dan kinangan
(bahan menginang). bubur baro-baro adalah bubur yang terbuat dari
bekatul, sesaji ini ditujukan untuk kakek nini among (plasenta/ari-ari).
sedangkan kembang boreh, macam-macam bumbu dapur dan kinangan, sesaji
ini ditujukan untuk nenek moyang.
Untuk melengkapi pengetahuan tentang tedak siten lebih lanjut simak di majalah keluarga Indonesia disini
ReplyDeletehttp://id.theasianparent.com/tedak-siten-ritual-turun-tanah/