::selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-moz-selection {background:##12127D;color:#FFCC00;} ::-webkit-selection {background:#12127D;color:#FFCC00;}

Tuesday, June 4, 2013

KONVENSI INTERNASIONAL


Pengertian Konvensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.
Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1.          Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya
2.          Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar
3.          Diterima oleh seluruh rakyat
4.      Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.


Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara  internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi  yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.
1.      Berner Convention
Konvensi bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Barn, menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3 prinsip:
a.       Prinsip National Treatment.
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
b.      Prinsip Automatic Protection.
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memeruhi syarat apapun (must not be upon complience with any formality).
c.       Prinsip Independence of Protection.
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta. Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah:
1)      Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan seni dalam bentuk apapun perwujudannya.
2)      Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai hak-hak ekskluisif:
                                         i.            Hak untuk menterjemahkan.
                                       ii.            Hak mempertunjukkan di mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan music.
                                     iii.            Hak mendeklarasikan (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra.
                                     iv.            Hak penyiaran (broadcast).
                                       v.            Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun.
                                     vi.            Hak Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual.
                                   vii.            Hak membuat aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations) dari suatu ciptaan.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (”droit moral”), hak pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengarjukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
2.      Universal Copyright Convention
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi ini merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of international copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain:
1.      Adequate and Effective Protection. Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
2.      National Treatment. Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga negara.
3.      Formalities. Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda C dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
4.      Duration of Protection. Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
5.      Translations Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6.      Juridiction of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
7.      Bern Safeguard Clause. Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak Cipta Universal 1955
• Adequate and effective protection
• National treatment
• Formalities
• Duration of protection
• Translations right
• Jurisdiction of the International Court of Justice
penyelesaian sengketa yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, diajukan ke Mahkamah Internasional
• Bern Safeguard Clause
  Beberapa Konvensi Internasional Hak Cipta Lainnya

• Convention for the Protection of Performers,
   Producers of Phonogram and Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring
   Convention)
• Convention for the Protection of Producers of
Phonogram Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971)

CONTOH KASUS
Contoh hukum internasional yang akan diurai melalui artikel ini adalah beberapa contoh peraturan dalam hukum internasional. Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel dari kami yang sebelumnya bahwa hukum internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas yang ruang lingkupnya internasional (lintas Negara).
Sehubungan dengan hal tersebut maka terdapat beberapa peraturan hukum internasional yang dapat dijelaskan sebagai contoh hukum internasional, diantaranya adalah Piagam PBB, Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice), Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lain sebagainya.
Contoh Hukum Internasional bidang HAM
Contoh hukum internasional yang pertama adalah deklarasi universal hak asasi manusia.  Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia ini diselenggarakan di Kota San Fransisco, Amerika Serikat pada tanggal 10 Desember 1948.
Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tersebut merupakan dokumen tertulis pertama mengenai hak asasi manusia yang diterima oleh semua negara. Oleh karena itu, majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut deklarasi HAM Universal tahun 1948 sebagai pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa di dunia.
Deklarasi universal terhadap hak asasi manusia ini kemudian menjadi nafas dan inspirasi bagi semua instrumen hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia. Dokumen deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tahun 1948 menjadi acuan pokok dalam penyusunan dua pilar utama hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia, yakni Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik Tahun 1966 dan Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya tahun 1966.
Selanjutnya dapat disebutkan beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia, antara lain: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights), Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide), Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women), Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of Refugees), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Beberapa contoh hukum internasional yang disebutkan diatas merupakan contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Selain yang berkaitan dengan hak asasi manusia, contoh hukum internasional juga dapat kita lihat pada bidang lainnya.
Contoh Hukum Internasional Bidang Lingkungan Hidup
Contoh hukum internasional di bidang lingkungan hidup relatif banyak. Dewasa ini jumlah perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup, baik yang sifatnya mulitirateral atau bilateral dan regional maupun global telah berkembang hingga mencapai 300 jenis. Bahka dalam world bank report 1995, disebutkan bahwa telah terdapat lebih dari 700 perjanjian internasional multirateral dan 1000 perjanjian internasional bilateral yang didesain untuk mengatur permasalahan terkait dengan bidang lingkungan hidup, baik dalam bentuk konvensi, protocol maupun amandemen.
Beberapa contoh hukum internasional terkait dengan bidang lingkungan hidup adalah Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Tahun 1982, Konvensi Perlindungan Lapisan Ozon Tahun 1985, Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim Tahun 1992, Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on the Biological Diversity/UNCBD), Konvensi Stockholm mengenai Persistens Organic Pollutans (POPs) dan lain sebagainya.
Contoh Hukum Internasional Yang Berkaitan Dengan Perang
Beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan perang diantaranya adalah The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949, Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II), 8 June 1997 dan Rome Statute of the International Criminal Court.
Ketentuan mengenai hukum perang sebagaimana diatur dalam The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949 mengikat juga untuk diberlakukan di Negara Indonesia, oleh karena Negara Indonesia telah menjadi anggota Geneva Conventions 1949 sebagaimana diratifikasi melalui Undang-Undang No. 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949.
 
Penutup
Sebenarnya contoh hukum internasional dapat kita temukan di hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat. Jumlahnya cukup banyak dan tidak sempat dijelaskan disini, diantaranya terdapat contoh hukum internasional bidang perburuhan yakni Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Kemudian ada pula contoh hukum internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya yakni Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Tidak semua contoh hukum internasional tersebut berlaku di Negara Indonesia, hanya peraturan tertentu saja yang diratifikasi melalui peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Negara Indonesia.

SUMBER





4 comments:

  1. Hukum di Indonesia sendiri apakah sudah jalan dengan semestinya?

    ReplyDelete
  2. Terima kasih postingnya sangat bermanfaat.

    ReplyDelete
  3. Bagaimana tanggapan anda mengenai kasus penangkapan warna negara australia yang tersandung kasus narkotika di indonesia namun diberi hukuman yang ringan?

    ReplyDelete
  4. bagus sekali keren jangan lupa lihat berita terbaru dibawah ini

    Kebijakan Kriminalisasi di Bidang Keuangan

    ReplyDelete