Pengertian Konvensi
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau
kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para
penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan
dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa
perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan
internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi
internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui
proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.
Definisi
Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun
sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1.
Merupakan
kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya
2.
Tidak
bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar
3.
Diterima oleh
seluruh rakyat
4. Bersifat sebagai
pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak
terdapat dalam Undang-undang Dasar.
1. Berner Convention
Konvensi
bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan
artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah
beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi
pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin
pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal
24 Maret 1914. Selanjutnya secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2
juni 1928 dan di Brussels pada
tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling
baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45
Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang
dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak
cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi
segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk
pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah
mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah
ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan
adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam
konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa
yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika
digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya
sendiri.
Pengecualian diberikan
kepada negara berkembang (reserve).
Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari
protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam
ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
Keikutsertaan
suatu negara sebagai anggota Konvensi Barn,
menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan
nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern
memberi 3 prinsip:
a. Prinsip National
Treatment.
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta
perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau
suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta
perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti
diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
b. Prinsip Automatic
Protection.
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung
tanpa harus memeruhi syarat apapun (must
not be upon complience with any formality).
c. Prinsip Independence
of Protection.
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus
bergantung kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta. Mengenai
pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak
pencipta, dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah:
1)
Ciptaan yang
dilindungi adalah semua ciptaan di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan seni
dalam bentuk apapun perwujudannya.
2)
Kecuali jika
ditentukan dengan cara reservasi (reservation),
pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception)
yang tergolong sebagai hak-hak ekskluisif:
i.
Hak untuk
menterjemahkan.
ii.
Hak
mempertunjukkan di mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan music.
iii.
Hak
mendeklarasikan (to recite) di muka
umum suatu ciptaan sastra.
iv.
Hak penyiaran (broadcast).
v.
Hak membuat
reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun.
vi.
Hak Menggunakan
ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual.
vii.
Hak membuat
aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations) dari suatu ciptaan.
Konvensi
Bern juga mengatur sekumpulan hak
yang dinamakan hak-hak moral (”droit
moral”), hak pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta suatu ciptaan dan
hak pencipta untuk mengarjukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang
bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat
merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
2. Universal Copyright
Convention
Universal Copyright
Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September
1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan
dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak
cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau
orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan
perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam
hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi
ini merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk
mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di
kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat
internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada
Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional
yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta
Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika
serikat.
Untuk
menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini,
PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that
was intended to establist a minimum level of international copyright relations
throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Pada
6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang ditandalangani di Geneva
kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya
pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1
konvensi antara lain:
1.
Adequate
and Effective Protection.
Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban
memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak
pencipta dan pemegang hak cipta.
2.
National
Treatment. Pasal II
menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah
satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama
kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan
perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya
sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga
negara.
3.
Formalities. Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis
dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara
peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya
syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti
wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment
of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat
pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda C dan di belakangnya tercantum nama
pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
4.
Duration of
Protection. Pasal IV, suatu
jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup
pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
5.
Translations
Rights. Pasal V, hak
cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan
memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah
tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh
pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada
warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6.
Juridiction
of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara
anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak
dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka
Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan
kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
7.
Bern Safeguard
Clause. Pasal XVII UCC
beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini,
merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
Konvensi bern menganut
dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si
pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak
monopoli. Sedangkan Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika.
Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula
untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal
Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya
ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang
lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh
peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak Cipta
Universal 1955
• Adequate and effective protection
• National treatment
• Formalities
• Duration of protection
• Translations right
• Jurisdiction of the International Court of Justice
penyelesaian sengketa yang tidak dapat diselesaikan
dengan musyawarah dan mufakat, diajukan ke Mahkamah Internasional
• Bern Safeguard Clause
Beberapa Konvensi Internasional Hak Cipta
Lainnya
• Convention for the Protection of Performers,
Producers of
Phonogram and Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring
Convention)
• Convention for the Protection of Producers of
Phonogram
Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971)
CONTOH KASUS
Contoh hukum
internasional yang akan diurai melalui artikel ini adalah beberapa contoh
peraturan dalam hukum internasional. Seperti yang telah dijelaskan dalam
artikel dari kami yang sebelumnya bahwa hukum internasional merupakan bagian
hukum yang mengatur aktivitas entitas yang ruang lingkupnya internasional
(lintas Negara).
Sehubungan dengan hal
tersebut maka terdapat beberapa peraturan hukum internasional yang dapat
dijelaskan sebagai contoh hukum internasional, diantaranya adalah Piagam PBB,
Piagam Mahkamah Internasional (International
Court of Justice), Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal
18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan
lain sebagainya.
Contoh
Hukum Internasional bidang HAM
Contoh hukum
internasional yang pertama adalah deklarasi universal hak asasi manusia. Deklarasi universal terhadap hak asasi
manusia ini diselenggarakan di Kota San Fransisco, Amerika Serikat pada tanggal
10 Desember 1948.
Deklarasi universal
terhadap hak asasi manusia tersebut merupakan dokumen tertulis pertama mengenai
hak asasi manusia yang diterima oleh semua negara. Oleh karena itu, majelis
umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut deklarasi HAM Universal tahun
1948 sebagai pencapaian standar bersama bagi semua orang dan bangsa di dunia.
Deklarasi universal
terhadap hak asasi manusia ini kemudian menjadi nafas dan inspirasi bagi semua
instrumen hukum internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia. Dokumen
deklarasi universal terhadap hak asasi manusia tahun 1948 menjadi acuan pokok
dalam penyusunan dua pilar utama hukum internasional yang terkait dengan Hak
Asasi Manusia, yakni Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik
Tahun 1966 dan Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Sosial, Ekonomi dan
Budaya tahun 1966.
Selanjutnya dapat
disebutkan beberapa contoh hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi
manusia, antara lain: Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights), Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and
Punishment of the Crime of Genocide), Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention
against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment),
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination), Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination against Women), Konvensi Hak Anak
(Convention on the Rights of the Child), Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of
Refugees), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Beberapa contoh hukum
internasional yang disebutkan diatas merupakan contoh hukum internasional yang
berkaitan dengan hak asasi manusia. Selain yang berkaitan dengan hak asasi
manusia, contoh hukum internasional juga dapat kita lihat pada bidang lainnya.
Contoh
Hukum Internasional Bidang Lingkungan Hidup
Contoh hukum
internasional di bidang lingkungan hidup relatif banyak. Dewasa ini jumlah
perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup, baik yang sifatnya
mulitirateral atau bilateral dan regional maupun global telah berkembang hingga
mencapai 300 jenis. Bahka dalam world
bank report 1995, disebutkan bahwa telah terdapat lebih dari 700 perjanjian
internasional multirateral dan 1000 perjanjian internasional bilateral yang
didesain untuk mengatur permasalahan terkait dengan bidang lingkungan hidup,
baik dalam bentuk konvensi, protocol maupun amandemen.
Beberapa contoh hukum
internasional terkait dengan bidang lingkungan hidup adalah Konvensi PBB
mengenai Hukum Laut Tahun 1982, Konvensi Perlindungan Lapisan Ozon Tahun 1985,
Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim Tahun 1992, Konvensi PBB mengenai
Keanekaragaman Hayati (United Nations
Convention on the Biological Diversity/UNCBD), Konvensi Stockholm mengenai Persistens Organic Pollutans (POPs) dan
lain sebagainya.
Contoh
Hukum Internasional Yang Berkaitan Dengan Perang
Beberapa contoh hukum
internasional yang berkaitan dengan perang diantaranya adalah The Fourth Geneva Convention Relative to the
Protection of Civilian Persons in Time of War of 12 August 1949, Protocol
Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the
Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts (Protocol II), 8
June 1997 dan Rome Statute of the International Criminal Court.
Ketentuan mengenai
hukum perang sebagaimana diatur dalam The
Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time
of War of 12 August 1949 mengikat juga untuk diberlakukan di Negara
Indonesia, oleh karena Negara Indonesia telah menjadi anggota Geneva
Conventions 1949 sebagaimana diratifikasi melalui Undang-Undang No. 59 Tahun
1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konvensi Jenewa
Tanggal 12 Agustus 1949.
Penutup
Sebenarnya contoh hukum
internasional dapat kita temukan di hampir seluruh bidang kehidupan masyarakat.
Jumlahnya cukup banyak dan tidak sempat dijelaskan disini, diantaranya terdapat
contoh hukum internasional bidang perburuhan yakni Konvensi Organisasi Buruh
Internasional No. 182 tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk
Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Kemudian ada pula contoh
hukum internasional di bidang ekonomi, sosial dan budaya yakni Kovenan
Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Tidak semua contoh hukum
internasional tersebut berlaku di Negara Indonesia, hanya peraturan tertentu
saja yang diratifikasi melalui peraturan perundang-undangan yang diberlakukan
di Negara Indonesia.
SUMBER
Hukum di Indonesia sendiri apakah sudah jalan dengan semestinya?
ReplyDeleteTerima kasih postingnya sangat bermanfaat.
ReplyDeleteBagaimana tanggapan anda mengenai kasus penangkapan warna negara australia yang tersandung kasus narkotika di indonesia namun diberi hukuman yang ringan?
ReplyDeletebagus sekali keren jangan lupa lihat berita terbaru dibawah ini
ReplyDeleteKebijakan Kriminalisasi di Bidang Keuangan